Thariq bin Ziyad Sang Penakluk Andalusia
Assalamualaikum... Tulisan pertama saya di blog ini ingin menceritakan sejarah pahlawan besar thariq bin ziyad.
ENJOY......
Kisah Ksatria Thariq bin Ziyad Saat
Menaklukkan Andalusia
Andalusia adalah negeri kaum Muslimin yang pernah ditaklukan oleh
panglima perang Thariq bin Ziyad. Thariq berasal dari suku Barbar, Afrika yang
kemudian memeluk Islam. Entah mungkin untuk mendiskreditkan perjuangan Thariq
bin Ziyad, kata-kata Barbar kemudian jika disematkan kemudian berkonotasi
negatif, yang berarti tidak beradab, kejam atau kasar.
Negeri Andalusia yang pernah dikuasai kaum Muslimin dan sempat
mencapai kegemilangan di bidang ilmu pengetahuan di bawah pemerintahan Islam
kini telah dikuasai Nasrani. Oleh sebab itu, Syaikh Abdullah Azzam
-rahimahullah- menyinggungnya dalam kitab “An-Nihayah wal Khulashah”:
“Bahkan jihad itu telah menjadi fardlu 'ain bukan saja sejak Rusia
memasuki Afghanistan, akan tetapi jihad telah menjadi fardlu 'ain semenjak
jatuhnya Andalusia ke tangan orang-orang Nasrani, dan hukumnya belum berubah
sampai hari ini.
Dengan demikian jihad telah menjadi fardlu 'ain sejak tahun (1492
M), tatkala Ghornathoh (Granada) jatuh ke tangan orang-orang kafir --- ke
tangan orang-orang Nasrani --- sampai hari ini. Dan jihad akan tetap fardlu
'ain sampai kita mengembalikan seluruh wilayah yang dahulu merupakan wilayah
Islam, ke tangan kaum muslimin.”
Semoga kisah kegemilangan Thariq bin Ziyad yang dikutip dari kitab
“Shuwarun min Hayatil Fatihin” bukan sekedar nostalgia semata,
namun bisa menginspirasi dan memotivasi kaum Muslimin untuk berjihad meraih
kembali kejayaan Islam.
Thariq bin Ziyad
Sang Penakluk Andalusia
Sang Penakluk Andalusia
Thariq dilahirkan pada tahun 50 H (670 M), di tengah suku keluarga
Berber (Barbar, red.) dari kabilah Nafazah, di Afrika Utara.
Thariq berperawakan tinggi, berkening lebar, dan berkulit putih
kemerahan. Dia masuk Islam di tangan seorang komandan muslim bernama Musa bin
Nusair, orang yang dikagumi karena kegagahan, kebijaksanaan dan keberanianya.
Jalan Ke Andalusia
Misi ekspansi pasukan Islam ke luar Jazirah Arab bermula di masa
Khulafaur Rasyidin, dengan tujuan menyebarluaskan Islam ke seluruh wilayah yang
memungkinkan untuk di jangkau pasukan Islam. Maka tercapailah penaklukan atas
Syam (Syiria, Palestina, dan sekitarnya), Irak dan Iran (Persia).
Pasukan muslimin juga berangkat menaklukan Mesir di bawah pimpinan
panglima ‘Amru ibnul-‘Ash. Mesir saat itu berada di bawah kekuasaan penjajah
Romawi (Bizantium). Setelah masuk ke Mesir, mereka menuju ke arah Burqah, lalu
sampailah pasukan Islam ke Tripoli (sekarang ibu kota negara Libya-red.) untuk
mengepungnya dan mendudukinya.
Pada masa kekhilafahan Usman bin Afaan, pasukan Islam mulai membuka
ekspansi ke kawasan Maghribi (Maroko dan sekitarnya), di bawah komandan
Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarh. Di dalam pasukan terdapat putra-putra sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam.
Tekad dan semangat mereka semakin kuat setelah berperang melawan
pasukan Romawi yang dipimpin Jurjir. Ekspansi itu berlanjut cepat hingga
memasuki kota Carthago di pantai Utara Afrika, sebelah utara kota Tunis
sekarang. Pasukan Islam di wilayah Ifriqiya ini di pimpin oleh komandan Uqbah
bin Nafi’. Ia memiliki wawasan yang luas tentang situasi daerah itu.
Selanjutnya ia membangun kota Qairawan (Kairaouan) di Tunisia, untuk
mengukuhkan keberadaan Islam di bumi Afrika.
Selanjutnya Uqbah bin Nafi’ dan pasukannya bergerak kearah barat
dan selatan dan sampai ke Tangier (Arab: Tanja), sekarang Maroko. Dalam
perjalanan pulang ke Qairawan ia dihadang gerombolan suku Berber. Uqbah bin
Nafi’ terbunuh bersama tiga ratus tentaranya. Ia dimakamkan di suatu tempat
yang sekarang dinamai Sidi Uqbah (Tahuda) di Aljazair sekarang.
Kaum muslim menuntut balas atas kematian Uqbah, dan mereka
berhasil membunuh Kasilah, komandan perang Berber. Namun, tindakan
balas-membalas itu tidak berkepanjangan, sebab orang Berber sudah merasa puas
dengan terbunuhnya Zuhair bin Qais yang membunuh Kasilah. Zuhair gugur di
Qadisiyyah (Irak).
Dan pada akhirnya pasukan muslimin berhasil menaklukkan wilayah
Ifriqiya di bawah komando Hasan bin an-Nu’man al-Ghassani yang berhasil
menceraiberaikan pasukan Berber. Ia juga memorakporandakan pasukan Romawi, dan
menang dalam perang melawan pasukan Al-Kahin (Sang Dukun)
sesudah menaklukkan Bazrat.
Setelah itu datanglah Musa bin Nushair sebagai pemegang komando
utama pasukan muslimin di Afrika. Ia meraih berbagai kemenangan sampai jauh ke
barat di tepi samudera, dan kembali ke Qairawan sesudah terbina keamanan dan
ketertiban.
Saat itulah seorang komandan Berber bersama pasukannya masuk
Islam. Ia sebelumnya dikenal sebagai komandan penjaga di Tangier. Ia adalah Thariq
bin Ziyad.
Jalan ke daratan Spanyol terbuka luas setelah Julian, pangeran
Spanyol di Ceuta (Sabatah) meminta bantuan Musa bin Nusair untuk menyerang dan
menjatuhkan Raja Roderick dari bangsa Visigoth yang berkuasa di Spanyol dari
ibu kotanya di Toledo. Julian marah karena Raja Kristen Roderick memperkosa
adik perempuannya yang ia titipkan ke Raja untuk bisa memperoleh pendidikan
tinggi. Thariq dan Julian pun berkawan dekat.
Menaklukkan Andalusia (Spanyol)
Musa bin Nushair merasa perlu menguji Count (Pangeran) Julian
dengan mengirim 500 tentara di bawah komando Tharif ke wilayah yang sampai kini
dinamai Tarifa, di ujung paling selatan Spanyol. Orang Arab menamakannya Jazira
Tharif (Terifa). Itu terjadi pada tahun91 H. Tharif membawa misi
utama pengintaian kekuatan Kerajaan Bangsa Visigoth, serta penjajakan bagi sebuah
operasi militer besar.
Gubernur Musa semakin yakin akan kejujuran Pangeran Julian,
setelah Pangeran Ceuta itu juga menyiapkan kapal-kapal yang akan digunakan
untuk menyerang Spanyol. Dan setetlah mendapat izin dari Khalifah Al-Walid bin
Abdul Malik di Damaskus, Musa pun memutuskan menyerang Spanyol. Apalagi saat
itu Raja Roderick di Toledo sedang menghadapi pemberontakan di bagian utara
kerajaannya. Untuk melaksanakan misi besarkannya itu, Musa memilih seorang
Berber, Thariq bin Ziyad, sebagai Komandan.
Panglima perang Thariq bin Ziyad bersama 7000 tentara, yang
mayoritas berasal dari suku Berber, menyeberang ke Spanyol di tahun 711 M. ia
mendarat dekat gunung batu besar yang kelak dinamai dengan namanya, Jabal
(gunung) Thariq, Orang Eropa menyebutnya Gilbraltar.
Setelah berhasil menyeberang ke daratan Spanyol, tiba-tiba Thariq
mengambil langkah yang hingga sampai kini membuat tercengang para ahli sejarah.
Ia membakar perahu-perahu yang digunakan untuk mengangut pasukannya itu. Lalu
ia berdiri di hadapan para tentaranya seraya berpidato dengan lantang
berwibawa, dan tegas.
Dalam pidatonya yang penuh semangat, panglima Thariq berkata;
“Di mana jalan pulang? Laut berada di belakang
kalian. Musuh di hadapan kalian. Sungguh kalian tidak memiliki apa-apa kecuali
sikap benar dan sabar. Musuh-musuh kalian sudah siaga di depan dengan
persenjataan mereka. Kekuatan mereka besar sekali. Sementara kalian tidak
memiliki bekal lain kecuali pedang, dan tidak ada makanan bagi kalian kecuali
yang dapat kalian rampas dari tangan musuh-musuh kalian. Sekiranya perang ini
berkepanjangan, dan kalian tidak segera dapat mengatasinya, akan sirnalah
kekuatan kalian. Akan lenyap rasa gentar mereka terhadap kalian. Oleh karena
itu, singkirkanlah sifat hina dari diri kalian dengan sifat terhormat. Kalian
harus rela mati. Sungguh saya peringatkan kalian akan situasi yang saya pun
berusaha menanggulanginya. Ketahuilah, sekiranya kalian bersabar untuk sedikit
menderita, niscaya kalian akan dapat bersenang-senang dalam waktu yang lama.
Oleh karena itu, janganlah kalian merasa kecewa terhadapku, sebab nasib kalian
tidak lebih buruk daripada nasibku…”
Selanjutnya ia berteriak kencang: “Perang atau mati!” Pidato
yang menggugah itu merasuk ke dalam sanubari seluruh anggota pasukannya.
Dan pada 19 Juli 711 M, pasukan Thariq yang saat itu berjumlah
12000 personil setelah ada tambahan pasukan dari Ifriqiya, berhadapan dengan
Raja Roderick dan pasukannya di mulut sungai (Rio) Barbate. Peperangan di bulan
Ramadhan itu berlangsung sengit selama delapan hari. Pasukan Roderick pada
awalnya sempat unggul, namun kelemahan di sayap kiri dan kanan pasukan mereka
berhasil dimanfaatkan oleh pasukan Islam. Dan pasukan Roderick pun terdesak,
hingga akhirnya dipukul mundur. Pasukan Islam berhasil meraih kemenangan
gemilang. Roderick sendiri menghilang, dan di duga ia tenggelam di Sungai
Barbate. Kuda dan sepatunya ditemukan di tepi sungai.
Gubernur Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Khalifah
Al-Walid, melukiskan jalannya peperangan Rio Barbate. “Penaklukan ini berbeda
dari penklukan-penaklukan lain. Peristiwa seperti kiamat,” tulisnya.
Kemenangan telak dalam pertempuran di Sungai Barbate itu
membentang jalan bagi masuknya Thariq bin Ziyad menuju kota Sevilla yang dijaga
oleh benteng-benteng kuat. Tapi sebelum merebut Sevilla, Thariq lebih dulu
menaklukkan daerah-daerah lain yang lebih lemah. Sebagian ditaklukkan dengan
cara damai, tapi sebagian terpaksa dengan kekerasan karena warga setempat
melawan. Mereka bersikap ramah terhadap penduduk yang tidak melawan.
Pasukan Thariq yang sudah lebih besar karena ada tambahan pasukan
baru, kini mengarah ke Toledo, ibukota Visigoth (Gotik Barat). Di jalan ke
Toledo itu mereka menyapu kota Ecija dimana sempat terjadi perdamaian dan
menerima kekuasaan Muslim atas wilayah itu.
Dengan cepat Thariq berusaha menaklukkan sebagian besar tanah
Spanyol, yang oleh orang Arab dinamakan Al-Andalus (Andalusia) itu. Ia lalu
membagi-bagi pasukannya ke dalam beberapa kelompok. Satu pasukan berhasil
merebut Arkidona tanpa perlawanan, dan pasukan lainnya juga dengan mudah
merebut kota Elvira dekat Granada. Ia lalu menaklukkan Cordoba dan sebagian
wilayah Malaga. Kemudian diteruskan dengan mengepung Granada yang berhasil
ditaklukkan dengan jalan kekerasan.
Thariq lalu menuju ibukota Toledo. Di dalam perjalanan dia
menyerang kota Murcia dan menghancurkan kerajaannya sampai lumat. Ketika pasukan
Islam di Toledo ternyata para pemimpin Gotik telah meninggalkan wilayah itu.
Thariq memasukinya dengan mudah. Ketika itu pasukannya didukung pula oleh
ksatria-ksatria Kristen lokal yang tak suka kekuasaan Bangsa Gotik Barat di
negaranya.
Thariq terus mengejar para pejabat Gotik ke gunung, hingga
mendapatkan harta rampasan yang sangat banyak. Harta dan para tawanan dibawa ke
Toledo. Di sana para tawanan dipekerjakan untuk membangun kembali kota itu,
antara lain dengan membangun 365 tiang terbuat dari batu Zabarjud.
Musa bin Nusair lalu mengirim surat kepada Thariq bin Ziyad, dan
memerintahkannya untuk menghentikan gerakan, dan tetap berada di tempat surat
itu tiba. Tapi, Thariq malah mengumpulkan para pejabatnya, merundingkan
strategi perang. Semuanya berpendapat melaksanakan perintah Musa akan
mempersulit strategi perang mereka. Sebab, sudah terbuka untuk merekrut pasukan
asal Toledo dan meraih momentum untuk menyerang lawan yang belum menyadari
situasi.
Karena itu Thariq melanjutkan penaklukan seraya merekrut milisi
dari warga Toledo yang sudah kalah. Thariq mengabarkan keputusannya ini kepada
Musa bin Nushair disertai alasan-lasannya.
Ketika pesan Thariq sampai, Musa langsung berangkat ke
Spanyol pada bulan Juni 712 M dengan membawa 18.000 tentara, kebanyakan
orang Arab. Dan seperti yang pernah disepakati dengan Thariq, pasukan Musa bin
Nushair segera menuju Sevilla, kota terkuat Spanyol saat itu. Sebelum ke
Sevilla pasukan Musa menaklukkan Medina Sidon dan Carmona. Musa mengepung ketat
kota Sevilla dan akhirnya berhasil menghancurkan kota pusat kebudayaan Spanyol
itu. Namun kota itu ditinggalkan Musa dalam keadaan kobaran api dan ia
melanjutkan perjalanan ke arah Toledo.
Warga Sevilla tetap tak rela terhadap pendudukan oleh pasukan
Muslim di sana. Setelah panglima Musa bin Nushair meninggalkan kota itu, milisi
Sevilla kembali beraksi mengobarkan pemberontakan. Mereka dapat membunuh
tentara Muslim. Mendengar berita itu, Musa segera mengirim anaknya Abdul Aziz,
untuk kembali ke Sevilla. Ia sendiri terus menuju Toledo.
Mendengar kabar akan datangnya panglima utamanya, Musa bin
Nushair, Thariq segera keluar ke perbatasan Toledo untuk menyambut Musa. Namun
Musa sangat marah kepadanya. Thariq dianggap telah mengabaikan perintahnya
untuk menghentikan sementara penaklukkan sampai ia datang ke Spanyol. Begitu
marahnya Musa sampai ia memasukkan jendralnya itu ke dalam penjara layaknya
seorang penjahat.
Di depan sidang dewan pertahanan, Musa menyatakan memecat Thariq
bin Ziyad, dengan tujuan memperbaiki segala sesuatu yang telah dilakukan
Thariq. Sekalipun Thariq berupaya menjelaskan bahwa keputusannya itu dilakukan
demi kemaslahatan kaum Muslimin dan sudah dimusyawarahkan dengan para
penasehat, Musa tetap teguh pada pendiriannya. Ia mengganti Thariq dengan
Mughits bin Al-Harits, tapi Mughits menolaknya. Ia segan menjadi komandan di
atas Thariq sang pemeberani.
Mughits bahkan bertekad membela Thariq bin Ziyad. Diam-diam dia
mengirim kabar kepada Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik tentang situasi yang
berkembang. Al-Walid sangat marah mendengarnya. Ia lalu menyurati Musa
dan memerintahkan agar kedudukan Thariq dipulihkan sebagai komandan pasukan.
Dan Musa menaati perintah pemimpinnya di Damaskus itu.
Kemudian kedua panglima itu bergerak terus ke utara, hingga
berhasil menaklukkan Castilla, Aragon dan Catalonia (Barcelona). Keduanya
bahkan sampai ke pegunungan Pyrennes yang menjadi batas antara Spanyon dan
Perancis. Sekiranya tidak ada perintah dari Damaskus untuk menghentikan
penaklukan, niscaya gerakan mereka berdua tak tertahankan untuk menguasai
seluruh benua Eropa.
Perjalanan hidup panglima
Thariq bin Ziyad, sang penakluk Spanyol yang agung telah menjadi bagian dari
sejarah patriotisme Islam melalui penaklukan Andalusia
Woe ini gw
BalasHapus